Home » , » Inu Kencana Syafei

Inu Kencana Syafei

Written By Harian Semarang on Rabu, 16 November 2011 | 04.05

Inu Kencana Syafei
Kini Jadi Rektor 
Kampus ”Mewah”

Masih ingatkah Inu Kencana Syafei dan perannya dalam geger IPDN sekitar empat tahun silam? Dialah yang berani membongkar kebobrokan di tempatnya mengajar. Apa kesibukannya setelah ”terpental” dari IPDN?

KEBERANIANNYA membongkar aib di IPDN dimulai sekitar tahun 2003 lalu. Dia juga ikut menguak misteri kematian praja IPDN, Cliff Muntu pada April 2007 silam. Aksinya yang menyuarakan kebenaran di kampus yang terletak di Jatinangor ini rupanya berdampak buruk pada karirnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

Setelah kasus Cliff Muntu mencuat, Inu pun disingkirkan dari IPDN. Dia kemudian dimutasikan ke Depdagri dan tidak mengajar di IPDN. Kemudian, Inu mundur dari pekerjaannya tanpa mendapat uang pensiun. “Semula saya dimutasikan ke Depdagri dengan diberi jabatan struktural yang rendah. Akhirnya harus pensiun karena jabatan itu tidak pas untuk orang berusia di atas 55 tahun. Sementara jabatan fungsional saya saat itu bisa sampai umur 65 tahun. Ini sama saja namanya pemecatan dengan kelicikan,” katanya.

Inu menuturkan pemecatan dirinya dari IPDN memang terkait kasus kematian praja Cliff Muntu yang tidak wajar. Begitu kasus itu muncul, pihak IPDN sudah siap memecatnya dengan cara memberikan jabatan struktural yang rendah. Setelah menjabat, dirinya mengaku diharuskan pensiun.

“Selama tiga tahun saya tidak menerima pensiun, karena memang tidak dikasihkan. Mereka bilang saya harus datang ke Depdagri dan IPDN ya itu tidak mungkin, sampai sana saja saya diusir dan didemo. Seperti itu kan tidak etis, begitu saya menuntut hak saya akhirnya uang pensiun keluar juga dan langsung saya belikan mobil,” ungkapnya.

Membongkar aib yang terjadi di kampus IPDN memang membutuhkan nyali besar, namun dia merasa dongkol dan gelisah melihat kenyataan yang terjadi dan tidak segera ditindak. Akhirnya dengan penuh keberanian pun dia melaporkan ke pihak kepolisian dan Presiden.

“Ini anak orang mati lho, itu anak manusia. Saya gelisah melihat apa yang terjadi di IPDN kala itu. Ada yang mati saya langsung lapor polisi untuk ditindak. Kalau pun saya dipecat masa bodoh,” bebernya. Inu menceritakan menuntut ilmu di IPDN kita bisa kehilangan rasa jijik. “Mereka disuruh makan muntah bersama-sama dalam rangka kebersamaan, itu kan tidak benar.

Padahal rasul mengajarkan kita tidak boleh makan yang menjijikan. Ada yang bilang Pak Inu ikut menempeleng, ya jelas saya tempeleng ada siswa bawa WTS ke kamar, masa saya harus diamkan saja. Bukan pengkhianat tapi menguak kebenaran,” lanjutnya.

Keberanian Inu mengungkap kasus kematian di IPDN, juga berdampak pada keluarganya. Ancaman dan teror baik melalui telepon maupun sms mungkin sudah menjadi makanan sehari-hari. Inu pun meminta bantuan keamanan dari Kapolri demi keamanan dirinya dan keluarga. Inu diberikan ponsel yang dapat disadap oleh pihak kepolisian.

“Jadi polisi bisa langsung melacak siapa yang meneror. Selama tiga tahun, saya dan keluarga dikawal polisi jika bepergian. Mulai dari polisi yang berseragam dan polisi yang mengenakan pakaian preman. Keluarga punmenerima keadaan ini,” jelasnya.

Inu pun mengaku salut atas ketegaran istri tercintanya yang mengetahui dirinya dipensiunkan. Seketika saya dinyatakan dipecat, saya langsung memberi tahu istri melalui ponsel. Saya berkata hari ini dipecat dan diusir dari kampus IPDN.

Hanya dalam hitungan tiga detik istri saya menjawab, Kita tidak dipecat oleh Allah, kalau Allah yang memecat kita di bumi mana kita akan tinggal. Seluruh alam raya ini milik Allah. “Saya salut dengan ketegarannya dalam menerima apa yang terjadi,” jawabnya.

Setelah pensiun, Inu mengaku mengirim surat lamaran ke beberapa perguruan tinggi. Ada sekitar puluhan surat lamaran yang dia kirim, dan ternyata semuanya diterima. “Saya heran kok diterima semua lamarannya, maka dari itu saya juga harus menyeleksi tawaran itu semua. Mengajar S2 dan S3, kalau yang S1 kalau honornya bagus aja,” katanya sembari tertawa. 

Akhirnya, menjadi rektor Universitas Pandanaran merupakan salah satu tawaran yang dia terima. Inu mengatakan dirinya saat ini mengajar di 15 perguruan tinggi, di antaranya Universitas Diponegoro, Universitas Udayana, dan Unilamb Banjarmasin. “Termasuk salah satunya Universitas Pandanaran, karena di universitas  ini tidak ada jurusan ilmu pemerintahan. Mereka meminta saya untuk menjadi rektor. Saya pun meminta untuk dicarikan lawan, rupanya karena tidak ada calon lain maka saya diangkat menjadi rektor, juga mengajar mata kuliah Pancasila,” jelasnya. (nji)

Menulis 67 Buku

Inu Kencana Syafei
MEMANG Universitas Pandanaran bisa dikatakan berbeda dengan PTS lainnya. Universitas Pandanaran yang lokasinya sangat ”mewah” atau mepet sawah ini sempat tidak menerima mahasiswa baru. Bahkan ruangan rektor yang kini ditempati Inu Kencana sangatlah sederhana, ruangan kecil yang hanya berukuran 3x3 meter ini dan berada di pojok lantai dua ini dimanfaatkan sebagai ruang rektor.

Bahkan ruangan tersebut pun tidak dilengkapi dengan faslitas lampu penerangan dan AC, hanya terlihat meja dan kursi rektor, meja dan kursi untuk tamu. Serta beberapa plakat, dan dispenser. Sangat berbeda jauh dengan kondisi ruangan Inu saat dirinya menjadi dosen di IPDN. Menanggapi hal tersebut, dirinya tidak kaget, malah ini merupakan tantangan bagi pria kelahiran 14 Juni 1952.

“Kalau di IPDN bagaimana kita menghabiskan uang, sedangkan di Unpand bagaimana kita mencari uang. Itu lebih bagus dan lebih bergairah,” katanya. Inu memaparkan banyak perguruan tinggi dimulai dari bawah, seperti kursus, kemudian meningkat menjadi akademi, sekolah tinggi lalu menjadi universitas. Sedangkan Pandanaran langsung menjadi sebuah universitas, yang mahasiswanya diambil dari pemerintah kota. Resikonya banyak mahasiswa yang drop dan jumlahnya menjadi semakin sedikit.
Bahkan Unpand sempat tidak menerima mahasiswa baru dan meluluskan mahasiswa yang tersisa. Angka nilai terendah saat itu yang penting lulus dulu mahasiswa yang tersisa. Namun sekarang jumlah mahasiswa meningkat bertambah tiga kali lipat. “Orang harus berjiwa besar, Allah menolong kita jangan patah semangat dulu. Berjuang dulu sampai di batas akhir perjuangan, terus kita pasrah dan berdoa,” ucapnya yang mengaku tidak bisa menyetir mobil.

“Saya sudah mengarang 67 judul buku,” kata Inu Kencana saat pertama kali bertemu Harsem di ruangan rektor yang terlihat sangat sederhana ini. Salah satu buku yang sudah dia buat diperlihatkan kepada Harsem adalah Sistem Politik Indonesia. Dari mengarang buku inilah yang membuatnya akan dikukuhkan menjadi gurubesar di Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY).

“Banyak profesor doktor yang membajak buku orang lain. Saya ingin kalau memang menjadi pakar, jadilah pakar yang "kualified" katanya.
Di tengah kesibukannya mengajar, bapak tiga orang anak ini mengaku gemar membaca. Setidaknya ada sebanyak 11.000 koleksi buku terpajang rapi di kediamannya. Dan semua buku yang dimiliki dia sudah baca, bahkan ada beberapa buku yang dia baca berulang-ulang. “Sudah tamat semua saya baca, beberapa buku malah saya baca ulang,” katanya.

Hijrah ke Semarang, rupanya bisa mendekatkan Inu dengan anak-anaknya. Dia mengaku senang mengajar apalagi mengajar di Semarang yang notabene kota kelahiran Istri tercintanya. “Kebetulan anak saya sudah lulus kuliah di Undip, semua ada di Semarang. Anak bungsu saya sedang melanjutkan kuliah kedokteran di UMY,” jelasnya. (wam/nji)

BIO INU
Nama
Dr Drs H Inu Kencana Syafei BA MSi
Pangkat/Gol Terakhir
Pembina Utama Muda (IV/C)
Jabatan Terakhir
Lektor Kepala (1-50-01) Pensiun Juli 2007
Tempat/Tanggal Lahir
Payakumbuh, 14 Juni 1952
Alamat
Perum Permata Biru Blok AB 17 Cinunuk
Cileunyi Bandung
Kegemaran
Menulis Buku
Pendidikan
Akademi Pemerintahan Dalam Negeri lulus 1979
S1 Institut Ilmu Pemerintahan lulus 1987
S2 Universitas Gajahmada lulus 2001
S3 Universitas Padjajaran
lulus 2010
Istri
Indah Prasetiati Syafei
Anak
Raka Manggala Syafiie S Psi
(Dosen Unpand)
Nagara Balagama Syafiie  SSn
(Dosen Unpand)
Periskha Bunda Syafiie
(Mahasiswa UMY)
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

17 Oktober 2015 pukul 19.05

DR Inu Kencana Sjafei MSi dari IPDN merupakan salah satu dari 4 orang dosen yang berkualitas tinggi tapi hidup sederhana. Yang lainnya ialah Alm Prof DR A Rahman Zainuddin, MA dari UI, Alm DR Mansur Sema MSi dari UNHAS dan Prof Sutandyo dari UNAIR. Sekarang ini banyak dosen2 hidup mewah, punya mobil mewah tapi tidak bekualitas terutama dosen PTS.

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. HARIAN SEMARANG - Gagas - All Rights Reserved
Template Created by Mas Fatoni Published by Tonitok
Proudly powered by Blogger