Dari lima pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Semarang, bisa dikatakan hanya Bambang Raya Saputra-lah “orang swasta” di luar lingkungan Pemkot Semarang. Dan tercatat baru kali ini warga etnis Tionghoa menjadi calon wakil walikota, dia adalah Kristanto yang akan mendampingi Bambang Raya sebagai pasangannya dalam Pilwalkot Semarang.
ADALAH Bambang Raya Saputra, calon Walikota Semarang 2010-2015 yang optimistis mampu membawa Kota Semarang mengejar ketertinggalannya dengan kota-kota besar lain di Pulau Jawa. Ini didasari dari pengalamannya sebagai seorang legislator, baik saat menjadi anggota DPRD Kota Semarang maupun ketika mewakili Jawa Tengah di MPR RI.
“Saya bersama Pak Kristanto, yang juga mantan legislator baik di tingkat Kota Semarang maupun Jawa Tengah telah menyiapkan sejumlah program yang saya yakini mampu menjadikan Kota Semarang memiliki akselerasi untuk bersaing dengan kota-kota lain,” kata Bambang.
Suami Rr Sri Adyati ini berkeinginan menjadikan Kota Semarang sebagai ibukota provinsi yang harus mampu menjadi barometer pertumbuhan kota atau kabupaten di sekitarnya. Untuk menjadikan kota ini sebagai pusat pertumbuhan, diperlukan terobosan baru yang sangat tergantung dari good will seorang walikota.
Menurutnya, seorang pemimpin tidak hanya cukup mengerti mengenai selukbeluk birokrasi pemerintahan, namun juga harus memiliki cukup waktu untuk menyerap aspirasi dari masyarakatnya. Masyarakat Kota Semarang mendambakan pemimpin yang kober ngopeni, ora ngrusuhi rakyat, yaitu memiliki waktu yang cukup untuk memikirkan kepentingan rakyat dan tidak membebani mereka.
Tidak dapat dipungkiri, rakyat sering mengeluh tentang pemimpin-pemimpin yang cenderung lebih mengedepankan kepentingan birokrasi, bahkan membebani mereka dalam berbagai hal, karena rakyat diposisikan hanya sebagai obyek, bukan subyek pembangunan.
Mantan atlet PON ini melihat, pembangunan yang selama ini dilakukan, cenderung ke arah pembangunan yang bersifat fisik. Ada salah satu sektor yang selama ini terkesan ditinggalkan, yakni pembangunan budaya. “Kita sepakat, kota ini harus menjadi kota metropolitan yang maju secara fisik dan religius. Tapi perlu diingat, pembangunan yang dilakukan harus tetap beradasarkan pada akar kebudayaan masyarakatnya,” ungkapnya.
Dorongan kuat untuk mencapai kota metropolitan dengan kemajuan-kemajuan fisik, perdagangan dan jasa, menurutnya, terbukti belum mampu mengangkat kesejahteraan rakyat secara optimal. Masih banyak orang yang merasa termarjinalkan, terpinggirkan, dan tidak dilibatkan dalam proses pembangunan kota. Bertebarannya mal-mal misalnya, telah mematikan
pasar-pasar tradisional, kurang baiknya penataan PKL juga memarjinalisasi rakyat kecil. Semua itu perlu penanganan yang serius, penerapan kebijakan yang berpihak pada rakyat.
Kontrak Sosial
Menurut ayah empat putra ini, jabatan walikota adalah suatu amanah yang harus dipertanggungjawabkan, baik kepada Tuhan maupun kepada masyarakat. Terlebihlebih di era pemilihan secara langsung sekarang ini, secara tersirat walikota telah ”menandatangani“ kontrak
sosial dengan masyarakat pemilih.
Kalau rakyat dan ridho Allah SWT memberikan kepercayaan kepadanya, dirinya akan melaksanakan semua program dengan penuh tanggung jawab, tentu bersama dengan semua lapisan dan golongan masyarakat. ”Tidak ada hal yang tidak bisa kita lakukan, kalau kita kompak, bersatu, bekerja sama menunaikan tugas-tugas yang ada,“ tandasnya.
Dengan kebersamaan serta melibatkan potensi masyarakat yang ada, dirinya yakin Walikota dan Wakil Walikota Semarang akan lebih mudah dalam mengemban amanat rakyatnya dengan prinsipprinsip pelayanan. Karena pada hakekatnya, pemerintah ada untuk melayani masyarakat
agar hidup damai dan sejahtera lahir dan batin. ”Oleh karena itu pimpinan yang benar adalah pemimpin yang mau melayani masyarakatnya dengan menggunakan prinsip kober ngopeni,“ tegas Bambang.***
Masyarakat Berbasis Budaya
Dirinya sependapat bahwa Kota Semarang perlu menjadi kota metropolitan yang maju secara fisik dan masyarakatnya religius. Tapi, perlu pula diingat bahwa harapan itu tidak akan terwujud
secara optimal kalau tidak ada perhatian yang lebih pada sektor budaya. Baginya, Kota Semarang harus dibangun berlandaskan budaya masyarakatnya.
Masyarakat Kota Semarang adalah masyarakat yang heterogen, terdiri dari berbagai suku, agama, golongan, dan berbagai lapisan secara demografik (sosial, ekonomi, pendidikan). Oleh karena itu, masyarakat kota ini tentu mendambakan pemimpin yang mampu mengangkat dan memberdayakan budaya-budaya yang ada.
“Kita layak belajar dari bangsa Jepang, Cina, India, yang saat ini bangkit berbasiskan kekuatan budaya lokal untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kami yakin, masyarakat Kota Semarang pun mampu bangkit dan mampu bersaing dengan kota-kota atau kabupaten-kabupaten lain di Indonesia, bahkan di dunia, kalau dibangun berbasiskan kekuatan budaya. Masyarakat Kota Semarang kaya-raya dengan budaya, dan itulah potensi yang harus dikembangkan,” ungkap Bambang.
Ketahanan budaya lokal perlu ditingkatkan, sehingga masyarakat mampu menghadapi gempuran pengaruh dari luar yang belum tentu cocok dengan karakteristik masyarakat. Perlu ada keseimbangan antara modernisasi dan pengembangan budaya-budaya lokal itu, sehingga mal-mal tidak harus mematikan pasar tradisional, pembangunan jalanjalan raya tidak harus memarjinalkan pedagang kaki lima atau warung-warung tenda. Semua ini memerlukan konsep pembangunan yang komprehensif dan kepedulian pada rakyat banyak. Perlu “terobosan-terobosan baru” yang keluar dari pemikiran birokratis semata.
Bambang mencontohkan, kepemimpinan Walikota Solo Joko Widodo dan wakilnya FX Rudyanto, yang telah melakukan “terobosan-terobosan baru” semacam itu dalam menata kotanya. Dua pemimpin itu berhasil menata padagang kaki lima, membatasi pengembangan mal-mal untuk tidak mematikan pasar-pasar tradisional.
Untuk mewujudkan harapan itu, idealnya pemimpin Kota Semarang adalah pemimpin yang mampu menggerakkan masyarakatnya yang tersebar di 16 kecamatan yang terdiri dari 177 kelurahan. Pemimpin yang diharapkan, adalah pemimpin yang mampu melakukan “terobosan-terobosan” untuk memberdayakan masyarakatnya dari berbagai suku, agama, golongan, aliran politik, dari berbagai tingkatan ekonomi, sosial, dan pendidikan.
Pemimpin yang dibutuhkan kota ini adalah pemimpin yang dapat menyinergikan semua kekuatan masyarakat untuk membangun kotanya. Pemimpin yang bukan hanya mengetahui selukbeluk birokrasi pemerintahan melainkan pemimpin yang justru dekat dengan rakyat dan paham aspirasi mereka.
Karena dekat dan mengerti aspirasi rakyat, maka pemimpin yang dibutuhkan itu akan menerapkan kebijakan-kebijakan yang berbasis kepentingan rakyat, bukan hanya mengutamakan hal-hal yang berkaitan dengan pemerintahan. Intinya, pemimpin itu harus menempatkan rakyat dari semua lapisan dan tingkatan menjadi subyek (bukan obyek) pembangunan kota. Hanya dengan cara itulah, maka penanganan masalah perkotaan (misalnya
pengangguran, kemiskinan, dan infrastruktur) dapat berhasil.
“Data tahun 2009 menunjukkan angka pengangguran Kota Semarang sekitar 120.000 orang dan angka kemiskinan 486.175 jiwa atau 32,8% dari total jumlah penduduk. Ini harus digarap agar masyarakat sejahtera,” tandasnya.
Delapan Visi
Ada delapan visi dari pasangan Bambang-Kristanto (BK) yang akan diwujudkan bila terpilih sebagai Walikota Semarang, pertama, mewujudkan kepedulian masyarakat terhadap kondisi Kota Semarang di bidang sosial, budaya, politik, ekonomi, agama, hukum, dan keamanan.
Kedua, menyusun konsep pembangunan Kota Semarang berbasis budaya, juga, ketiga, mengembangkan koordinasi yang baik antara pemerintah, akademisi, pengusaha, tokoh agama, dan aparat keamanan, sehingga Kota Semarang menjadi kota yang kondusif bagi peningkatan pembangunan sektor sosial, budaya, politik, ekonomi, agama, dan keamanan.
Keempat, mengefektifkan koordinasi antar-Satuan Kerja Pelaksana Daerah (SKPD), dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi kebijakan-kebijakan Pemerintah Kota Semarang, kelima, melakukan reformasi birokrasi untuk meningkatkan kinerja Pemerintah Kota Semarang dalam pembangunan sektor dunia usaha, infrastruktur, dan pelayanan publik. Keenam, mengefektifkan langkah-langkah pemberantasan korupsi, bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain (KPK, Kepolisian, Kejaksaan, dan Lembaga Swadaya Masyarakat) untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance).
Kelima, meningkatkan pelayanan terpadu Pemerintah Kota Semarang untuk mewujudkan kondisi yang kondusif bagi penanaman modal (investasi), dan keenam, mengembangkan jiwa-jiwa kewirausahaan, baik di kalangan birokrasi maupun masyarakat dalam kerangka penanganan masalah pengangguran dan kemiskinan.***
Bio Bambang
Bambang Raya Saputra, lahir di Madiun, 22 Maret 1952. Bersama keluarga tinggal di Jalan Pasir Mas Raya 3, Semarang. Menikah dengan Rr Sri Adyati dan dikaruniai empat orang putra. Alumnus Institut Manajemen & Bisnis Indonesia (IMBI) Yogyakarta (1993) dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi “IEU” Yogyakarta (2005) ini sekarang masih menjadi anggota DPRD Kota Semarang, sejak tahun 2004. Mantan atlet PON VIII tahun 1972 dari KONI Jawa Tengah ini, sebelumnya pernah menjadi anggota MPR RI (1999/2004).
Mantan Wakil Ketua DPRD Kota Semarang (2004-2009) ini di organisasi kemasyarakatan pernah menjadi Ketua Harian FORKI Jawa Tengah, Ketua Bidang Organisasi INKAI Pusat, Ketua GM Kosgoro Jawa Tengah, Ketua AMPI Jawa Tengah dan Penasihat FKPPI Jawa Tengah.
Di Partai Golkar, laki-laki penghobi olahraga ini pernah menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kota Semarang selama dua periode dan sekarang menjadi salah satu Wakil Ketua DPD Partai Golkar Jateng. Dia pernah bekerja di PT Sanggar Film dan di PT Tanah Mas. Pernah juga menjadi Direktur PT Standar Multi Guna dan Direktur CV Dwi Muda Perkasa.
Dalam pencalonannya sebagai Walikota Semarang, dirinya mengaku telah menyiapkan sejumlah program andalan yang diyakininya mampu menjadikan kota ini memiliki akselerasi untuk bersaing dengan kota-kota lain. Salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat secara maksimal untuk mendukung setiap program pembangunan. “Salah satu program prioritas kami adalah menjadikan institusi RT/ RW sebagai mitra pembangunan. Bahkan kami akan mengupayakan tersedianya anggaran untuk para ketua RT/RW,” tegas Bambang.***
Oleh: Sardi, AK. (harian semarang)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.